Wednesday, May 18, 2016

BAB 6 Revolusi Menegakkan Panji-Panji NKRI

Sudah cukup lama bangsa Indonesia menikmati kemerdekaan. Sebagai negara yang besar, dengan wilayah yang luas, dan penduduk yang banyak, kedaulatan dan keutuhan negara menjadi sebuah tantangan. Para pemimpin dan rakyat selalu berjuang untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik.

Mohammad Hatta

Secara politis keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu mapan. Ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi. Hal ini tidak lain karena masih ada kekuatan asing yang tidak rela kalau Indonesia merdeka. Sebagai contoh rakyat Indonesia masih harus bentrok dengan sisasisa kekuatan Jepang. Jepang beralasan bahwa ia diminta oleh Sekutu agar tetap menjaga Indonesia dalam keadaan status quo. Di samping menghadapi kekuatan Jepang, bangsa Indonesia harus berhadapan dengan tentara Inggris atas nama Sekutu, dan juga NICA (Belanda) yang berhasil datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. 

Kedatangan Sekutu di Indonesia menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat Indonesia. Apalagi dengan memboncengnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Hal ini mengakibatkan berbagai upaya penentangan dan perlawanan dari masyarakat. 

Berita proklamasi terus menyebar ke penjuru tanah air. Pemindahan kekuasaan dari pendudukan Jepang ke Indonesia juga terus dilakukan. Pada tanggal 19 Agustus 1945, sekitar pukul 13.00 WIB berkumandang lewat radio tentang sebuah pernyataan dan perintah agar pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang ke pihak Indonesia terus dilakukan. Hal ini semakin membakar semangat para pemuda Semarang dan sekitarnya untuk melakukan perebutan kekuasaan. 


Bung Tomo

 Bung Tomo, terkenal karena perjuangannya dalam pertempuran Surabaya pada tahun 1945. Pertempuran rakyat Surabaya dengan Sekutu terjadi pada tahun 1945tersebut, menyebabkan ribuan rakyat yang gugur. Karena itulah bangsa Indonesia menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.


  Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadier Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Brigade ini adalah bagian dari Divisi India ke-23, di bawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas dari panglima Allied forces for Netherlands East Indies (AFNEI) untuk melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran Sekutu. Kedatangan mereka diterima secara enggan oleh pemimpin pemerintah Jawa Timur, Gubernur Suryo. 

Setelah diadakan pertemuan antara wakil-wakil pemerintah RI dengan Mallaby, maka dihasilkan kesepakatan:

1. Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat Angkatan Perang Belanda, 

2. disetujui kerjasama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman, 

3. akan segera dibentuk “Kontak Biro” agar kerjasama dapat terlaksana sebaik-baiknya, 

4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang saja.




Pelaksanaan Perundingan Linggarjati

Kegagalan dalam perundingan Hoge, pada April 1946, menjadikan pemerintah Indonesia untuk beralih pada tindakan militer. Pemerintah Indonesia berpendapat perlu melakukan serangan umum di kedudukan Inggris dan Belanda yang berada di Jawa dan Sumatera.  Resiko yang dihadapi pemerintah semakin tinggi dengan  banyaknya korban yang berjatuhan. Untuk mencagah bertambahnya korban pada bulan Agustus hingga September 1946 direncanakan untuk menyusun konsep perang secara defensif. 

Pada awal November 1946, perundingan diadakan di Indonesia, bertempat di Linggarjati. Pelaksanaan sidang-sidangnya berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946.  Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir, anggotanya Mr. Moh. Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. 

Dalam perundingan itu dihasilkan kesepakatan yang terdiri dari 17 pasal. Isi pokok Perundingan Linggarjati antara  lain sebagai berikut. 

1. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secara de facto pemerintahan RI atas wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Daerahdaerah yang diduduki Sekutu atau Belanda secara berangsur-angsur akan dikembalikan kepada RI. 

2. Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negara berdaulat. 

3. Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh raja Belanda. 

4. Pembentukan NIS dan Uni Indonesia- Belanda diusahakan sudah selesai sebelum 1 Januari 1949. 

5. Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak milik asing. 

6. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan jumlah tentara. 

7. Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan menyerahkan masalahnya kepada Komisi Arbitrase.



Perjanjian Renville


Komisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera melakukan kontak dengan Indonesia maupun Belanda. Indonesia dan Belanda tidak mau mengadakan pertemuan di wilayah yang dikuasai oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, Amerika Serikat menawarkan untuk mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat. Indonesia dan Belanda kemudian menerima tawaran Amerika Serikat.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Indonesia menyetujui isi Perundingan Renville yang terdiri dari tiga hal sebagai berikut. 
a. Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya  garis demarkasi Van Mook (10 pasal). 

b. Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal) 

c. Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).

BAB 5 Indonesia Merdeka


Setiap tanggal 17 Agustus kita selalu memperingati Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Berbagai rangkaian kegiatan dilaksanakan setiap tahun di sekitar bulan Agustus, dalam rangka menyemarakkan hari kemerdekaan Indonesia.

Rengasdengklok Hingga Pegangsaan Timur

Teks proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Sukarno  dalam upacara pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Pernyataan kemerdekaan tersebut disambut bahagia oleh masyarakat Indonesia di berbagai daerah.


Jepang Kalah Perang dengan Sekutu

Perang Dunia II yang berkecamuk sejak tahun 1939 telah menyebabkan kedua kelompok yakni Sekutu dan negara-negara fasis saling menyerang dengan menggunakan senjata pemusnah dan kerusakan massal.  Korban dan kerugian kedua belah pihak tidak terhitung jumlahnya. Jutaan manusia meninggal dunia akibat Perang Dunia II tersebut.

Keinginan Amerika untuk segera menghancurkan kekuatan Jepang dilakukan dengan mengirimkan pesawat pembawa bom atom. Pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom pertama diledakkan di kota Hirosihma, sementara pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom diledakan di kota Nagasaki. 

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang tugasnya melanjutkan pekerjaan BPUPKI yang diketuai oleh Ir. Sukarno dengan wakil Drs. Moh. Hatta. 

Penyerahan Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 inilah yang menandai berakhirnya Perang Dunia (PD) II. 


Perumusan Teks Proklamasi

Bagaimana setelah para pemuda melepas para tokoh golongan tua tersebut? Rombongan kemudian menuju kediaman Nishimura di Jakarta. Kepada Nishimura, Sukarno menyampaikan rencana rapat persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia. Nishimura menolak memberi bantuan dengan alasan sudah mendapat perintah dari pihak Serikat untuk tidak mengubah status dan keadaan di Indonesia. Dengan jawaban tersebut Sukarno berkesimpulan bahwa tidak mungkin lagi mengharap bantuan Jepang. 

Rombongan Sukarno segera kembali ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Para tokohtokoh nasionalis berkumpul di rumah Maeda untuk merumuskan teks proklamasi. Di rumah Maeda, hadir para anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para pemimpin pergerakan, dan beberapa anggota Chuo Sangi In yang ada di Jakarta. Mereka berjumlah 40 - 50 orang.

Rumah Laksamana Maeda itu dianggap aman dari kemungkinan gangguan yang sewenang-wenang dari anggota-anggota Rikugun (Angkatan Darat Jepang/Kampeitai).


Teks Proklamasi yang sudah diketik Sayuti Melik


Pada tanggal 22 Agustus, Jepang akhirnya secara resmi mengumumkan penyerahannya kepada Sekutu. Baru pada bulan September 1945, Proklamasi diketahui di wilayah-wilayah yang terpencil. Sesaat setelah itu, timbullah segera masalah kesetiaan. Keempat penguasa kerajaan yang ada di Jawa Tengah menyatakan dukungan mereka kepada Republik, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.

Tanggal 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII telah mengirim kawat ucapan selamat kepada Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta atas berdirinya Negara Republik Indonesia dan atas terpilihnya dua tokoh tersebut sebagai  Presiden dan Wakil Presiden.

Ucapan selamat itu tersirat bahwa Sultan Hamengkubuwana IX dan Paku Alam VIII mengakui kemerdekaan RI dan siap membantu mereka. Kemudian, pagi itu sekitar pukul 10.00 tanggal 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX mengundang kelompok-kelompok pemuda di bangsal kepatihan.

Kemudian untuk mempertegas sikapnya, Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VII pada tanggal 5 September 1945 mengeluarkan amanat antara lain sebagai berikut : 
1. Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari Negara Indonesia. 

2. Sri Sultan sebagai kepala daerah dan memegang kekuasaan atas Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat. 

3. Hubungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara RI bersifat langsung. Sultan selaku Kepala Daerah Istimewa bertanggung jawab kepada Presiden.

Bab 4 Tirani Matahari Terbit

Pada pertengahan tahun 1942 timbul pemikiran dari Markas Besar Tentara Jepang agar penduduk di daerah pendudukan dilibatkan dalam aktivitas pertahanan dan kemiliteran (termasuk semimiliter).
Di seluruh Kepulauan Indonesia bekas Hindia Belanda itu wilayahnya dibagi menjadi tiga wilayah pemerintahan militer :
a. Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Kedua Puluh Lima (Tomi Shudan) untuk Sumatera. Pusatnya di Bukittinggi.

b. Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Keenam Belas (Asamu Shudan) untuk Jawa dan Madura. Pusatnya di Jakarta. Kekuatan pemerintah militer ini kemudian ditambah dengan Angkatan Laut (Dai Ni Nankenkantai).

c. Pemerintahan militer Angkatan Laut, yaitu (Armada Selatan Kedua) untuk daerah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pusatnya di Makassar.





Adapun susunan pemerintahan militer Jepang tersebut adalah sebagai berikut :

a. Gunshirekan (panglima tentara) yang kemudian disebut dengan Seiko Shikikan (panglima tertinggi) sebagai pucuk pimpinan.
b. Gunseikan (kepala pemerintahan militer) yang dirangkap oleh kepala staf. Kepala staf yang pertama adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Kantor pusat pemerintahan militer ini disebut Gun seikanbu.
c. Gunseibu (koordinator pemerintahan dengan tugas memulihkan ketertiban dan keamanan atau semacam gubernur).

Organisasi Militer


a. Heiho
Heiho (Pasukan Pembantu) adalah prajurit Indonesia yang langsung ditempatkan di dalam organisasi militer Jepang, baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut.

b. Peta
Jepang berencana membentuk pasukan untuk mempertahankan tanah air Indonesia yang disebut Pasukan Pembela Tanah Air (Peta). 



Jepang yang mula-mula disambut dengan senang hati, kemudian berubah menjadi kebencian. Rakyat bahkan lebih benci pada pemerintah Jepang daripada pemerintah Kolonial Belanda. Jepang seringkali bertindak sewenangwenang. Rakyat tidak bersalah ditangkap, ditahan, dan disiksa.

Salah satu perlawanan terhadap Jepang di Aceh adalah perlawananan rakyat yang terjadi di Cot Plieng yang dipimpin oleh Abdul Jalil. Abdul Jalil adalah seorang ulama muda, guru mengaji di daerah Cot Plieng, Provinsi Aceh.

Perlawanan rakyat terhadap kekejaman Jepang terjadi di banyak tempat. Begitu juga di Kalimantan, di sana terjadi peristiwa yang hampir sama dengan apa yang terjadi di Jawa dan Sumatra. Rakyat melawan Jepang karena himpitan penin dasan yang dirasakan sangat berat. Salah satu perlawanan di Kalimantan adalah perlawanan yang dipimpin oleh Pang Suma, seorang pemimpin Suku Dayak.



Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Politik 

Dalam bidang politik, Jepang melakukan kebijakan dengan melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. Struktur pemerintahan dibuat sesuai dengan keinginan Jepang, misalnya desa dengan Ku,kecamatan dengan So,kawedanan dengan Gun, kotapraja dengan Syi, kabupaten dengan Ken, dan karesidenan dengan Syu. Setiap upacara bendera dilakukan penghormatan kearah Tokyo dengan membungkukkan badan 90 derajat yang ditujukan pada Kaisar Jepang Tenno Heika.


Sosial-Budaya dan Ekonomi

Untuk membiayai Perang Pasifik, Jepang mengerahkan semua tenaga kerja dari Indonesia. Kemudian di kota-kota dibentuk barisan romusa sebagai sarana propaganda.Pengerahan tenaga kerja yang mulanya sukarela lama-lama menjadi paksaan. Desa-desa diwajibkan untuk menyiapkan sejumlah tenaga romusa. Panitia pengerahan disebut dengan Romukyokai, yang ada disetiap daerah.

Pendidikan

Pada masa pendudukan Jepang, keadaan pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Pendidikan tingkat dasar hanya satu, yaitu pendidikan enam tahun.Sementara itu, Perguruan Tinggi di tutup pada tahun 1943. Beberapa perguruan tinggi yang dibuka lagi adalah Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta dan Perguruan Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung.